- 30 Mei 2023 16:54 WIB
- Dibaca: 27x
JURNALDAIRI.com - Oleh : Lindawati Simanjuntak, S.S
Pada Minggu, tanggal 14 Mei 2023, telah berakhir pendaftaran Bakal Calon Legistalatif (Bacaleg) yang akan bertarung pada pemilihan legislatif (Pileg) di Pemilu 2024.
Menelisik dari kegiatan pencalegkan yang dilakukan oleh setiap Partai Politik (Parpol) peserta pemilu, terlihat jelas bahwa kesulitan untuk memenuhi peraturan PKPU nomor 20 tahun 2018 yang mewajibkan adanya 30 persen keterwakilan perempuan sebagai Bacaleg.
Partisipasi perempuan di politik tidak merata, baik itu di kota besar maupun daerah. Untuk Parpol yang posisinya berada di Ibu kota negara mungkin tidak mengalami
kesulitan mencari keterwakilan perempuan untuk siap menjadi calon legislatif (Caleg).
Itu dapat kita lihat banyaknya
kehadiran caleg perempuan yang
lebih di dominasi oleh artis penyanyi dan bintang film, sedangkan yang murni dari politisi bisa di hitung dengan jari.
Partisipasi perempuan di bidang politik terutama di daerah mengalami penurunan
dibandingkan di Ibukota. Jika dilihat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, di Indonesia tidak adanya hal-hal yang bersifat diskriminatif gender.
Dimana dalam UUD 1945 juga tidak memuat adanya perbedaan antara laki laki dan perempuan.
Dalam konstitusi UUD 1945, Pasal 27, menyertakan bahwa semua orang mempunyai
kedudukan yang setara/sama di depan hukum.
Laki-laki dan perempuan memiliki
persamaan atas hak hukum dalam semua bidang kehidupan, termasuk persamaan dalam
bidang organisasi masyarakat.
Indonesia adalah negara demokrasi secara konstitusional Indonesia menjamin hak
warga negaranya. Dalam peraturan KPU mengharuskan kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam pencalonan legislatif.
Hal ini adalah upaya untuk melibatkan perempuan di dalam dunia politik agar meningkat partisipasi perempuan. Namun, pada kenyataan yang terjadi
perempuan memang diikutsertakan dalam pencalonan legislatif, tetapi sifatnya hanya sebagai pelengkap perempuan di setiap pencalonan.
Semakin kedepan minat perempuan mengalami penurunan, bahkan dari pihak pengurus partainya yang mayoritas laki-laki saja, tapi dari segi kemauan perempuan itu sendiri menurun minatnya.
Perempuan lebih konsen dengan ekonomi keluarga yang sangat membutuhkan perhatian yang maksimal. Terutama pasca Covid 19, banyak kepala keluarga mengalami PHK dari tempat kerjanya.
Ekonomi keluarga sangat terbebani pada mayoritas perempuan. Hal ini
mengakibatkan untuk terjun ke dunia politik yang tidak menjanjikan akan menghasilkan uang membuat perempuan mengenyampingkan nya.
Apalagi untuk berpartai dan menjadi Caleg, meminta perempuan sangat minum dan menjadi jadi sulit.
Keharusan kuota 30 persen keterwakilan perempuan sebagaimana tertuang dalam UU No.7 tahun 2017, yang menerangkan tentang penetapan daerah pemilihan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, yang mana setiap daerah pemilihan memiliki problem/masalah yang berbeda-beda dalam hal pendapatan per kapita (ekonomi) tiap daerah pemilihan.
Hal inilah salah satu faktor penyebab kurangnya minat kaum perempuan dalam partisipasi 30 persen kuota perempuan dalam pencalegkan.
Disamping itu, faktor budaya social tiap tiap daerah berbeda beda, ada daerah yang
lebih mengutamakan peran kaum laki laki, yang menyebabkan kaum perempuan dipandang
hanya sebagai pelengkap saja dalam budaya sosial di daerah tertentu.
Faktor lain adalah faktor tingginya cost politik (biaya politik) untuk mengikuti tahapan pencalegkan, baik secara bentuk massa pemilih dan administrasi untuk melengkapi semua seleksi pemberkasan, mulai proses penyaringan caleg hingga pada penetapan daftar calon
tetap calon legislatif.
Tentunya hal ini bisa disikapi oleh setiap partai politik untuk memberi ruang khusus bagi kaum perempuan dalam pencalegkan, yakni dengan ikut sertanya tiap partai politik untuk melengkapi pendampingan bagi para Caleg kaum perempuan dalam membentuk massa pemilih dan administrasi selama dan sesudah proses penyaringan Caleg.
Inilah beberapa hal/faktor yang mempengaruhi minat partisipasi kaum perempuan 30% dalam mengikutsertakan dirinya untuk mengikuti proses penyaringan dan penerapan Caleg.
Akhir kata penulis menyarankan agar segenap elemen bangsa ikut serta dalam menyuarakan partisipasi kaum perempuan 30 persen dan mendorong segenap kaum perempuan untuk menumbuhkan minat dalam berpartisipasi pemilu.
Mengingat Pemilu merupakan
sebuah wadah untuk menyuarakan kedaulatan rakyat dalam memilih para pemimpin bangsa.
Perlu diketahui, penulis adalah Aktivis Perempuan, dan seorang Guru SMK Negeri 1 Sidikalang.
Pernah menjadi anggota KPU Dairi pada periode tahun 2003–2008 dan periode kedua 2008–2013
Fajar Gunawan
Novel M Sinaga